Revisian.com – Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) ulang tahun yang ke-93 tepat pada hari ini, Rabu (19/4/2023). Lantas, seperti apa sejarah berdirinya PSSI?
Diketahui sebelumnya, Ketua Umum PSSI, Pak Erick Thohir telah memperingati hari ulang tahun (HUT) PSSI ke-93 tahun lebih awal bersama para legenda Timnas Indonesia.
Acara itu digelar pada Jum’at (14/4/2023), di Jakarta. Perayaan dilakukan lebih awal karena hari lahir PSSI jatuh pada 19 April 2023 ini bertepatan dengan waktu cuti bersama Idhul Fitri 2023.
Pada acara tersebut, Pak Erick Thohir menyatakan bahwa PSSI telah berdiri lebih dulu sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pria yang sekaligus menjabat sebagai Mentri BUMN itu berharap di hari jadi PSSI yang ke-93, semua pihak harus menaruh perhatian dan harapan kepada sepakbola nasional dan tidak sekedar menjadi kegiatan seremonial biasa.
“Jangan sampai selebrasi 93 tahun ini, yang tentu lebih tua dari kemerdekaan, hanya menjadi euforia ulang tahun saja. Akan tetapi, saya sampaikan justru ini harus menjadi perhatian kita kepada sepakbola.” ungkap Erick Thohir, dikutip dari postingan Instagramnya, @erickthohir.
Timbul pertanyaan, kapan PSSI didirikan?
Dilansir dari laman resminya, PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia.
Sebagai organisasi olahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda, kelahiran PSSI ada kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928.
Ketika kembali ke Tanah Air, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta.
Di sana, ia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan jajaran petinggi perusahaan konstruksi itu.
Akan tetapi, “didorong oleh semangat nasionalisme yang tinggi”, ia kemudian memutuskan untuk mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari Sizten en Lausada, Soeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan.
Sebagai seorang yang gemar bermain sepak bola, dia menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda).
Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung.
Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID).
Kemudian, ketika mengadakan pertemuan di hotel Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional.
Selanjutnya, pematangan gagasan tersebut dilakukan kembali di Bandung, Yogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno (bukan Bung Karno).
Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi Ketua Asosiasi Muda Magelang.
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil dari VIJ (Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB – Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Gatot), PSM – Persatuan sepak bola Mataram Yogyakarta (Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan M. Amir Notopratomo), VVB – Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (Soekarno), MVB – Madioensche Voetbal Bond Madiun (Kartodarmoedjo), IVBM – Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan), dan SIVB – Soerabajasche Indonesische Voetbal BondSurabaya(Pamoedji).